Sepasang kuntum mawar
cinta ADIWIYATA
Teng.....Teng.... Terdengar suara besi tua
berbentuk tabung yang dipukul dengan kerasnya pertanda waktu istirahat telah
tiba. Nampaknya hari yang redup telah membawa dampak positif bagi para siswa. Kemurungan
sang surya pada hari itu berbanding terbalik dengan tingkat keceriaan penghuni
sekolah sederhana ini. Ya, memang. Meskipun letak sekolah ini di desa, tetapi
tentunya mempunyai kualitas yang tak kalah dengan sekolah-sekolah di kota.
Bahkan mungkin bisa dikatakan lebih unggul dibanding mereka. Bagaimana tidak.
Sudah banyak prestasi dan penghargaan yang diraihnya. Hanya satu yang belum
bisa tercapai hingga saat ini, yaitu mendapat gelar sebagai Sekolah Adiwiyata.
Maka dari itu tahun ini pihak sekolah berharap dapat memboyong gelar itu ke
tanah ini.
Terlihat beberapa siswa sibuk dengan pekerjaannya
masing-masing. Ada yang hanya duduk-duduk santai sambil bercanda serta banyak
juga yang lalu lalang melintas menyusuri jalan di depan kelas-kelas yang
berjajar rapi. Tak jelas kemana arah tujuannya. Entah ke kantin atau pun hanya
berjalan-jalan biasa untuk sekedar menenangkan pikiran supaya mereka dapat
mencerna pelajaran yang diberikan sebelumnya dan siap menghadapi yang
selanjutnya.
Kesibukan terlihat di sebuah tempat duduk
bawah pohon mangga nan rindang di sudut sekolah. Tapi tidak dekat dengan toilet
letak geografisnya. Jadi tempatnya sejuk dan udaranya pun segar tanpa ada
gangguan aroma khas darinya. Terlihat dua insan sedang asyik ngobrol disana.
Rulan dan Ziyah orang-orang biasa memanggilnya. Mereka adalah teman sekelas
sejak dua tahun lalu, yaitu sejak pertama kali menginjakkan kakinya di instansi
negara ini. Kabarnya mereka punya hubungan istimewa sejak beberapa bulan ini.
Maklum, rasa cinta muncul dari kebiasaan mungkin. Mereka terlihat begitu cocok
dan saling melengkapi.
Di sekolah ini tak ada yang tak mengenal
sosok dua orang ini. Maklum saja, mereka addalah orang-orang yang bisa dibilang
pandai. Telah banyak prestasi yang mereka raih, baik untuk dirinya sendiri
maupun untuk sekolah ini. Rulan sangat suka matematika. Ia sangat jenius kalo
soal yang satu ini. Semangatnya begitu membara jika sedang ada pelajaran ini.
Namun ia tak pernah merasa sombong dengan apa yang telah ia miliki. Sedangkan
Ziyah adalah seorang yang cemerlang dalam mengarang. Ia sangat hobi sekali
dengan hal ini. Kemana pun ia pergi, dimana pun tempatnya, ia selalu
menyempatkan untuk menulis inspirasi yang muncul dari pikirannya. Tak heran, ia
selalu membawa bolpoint dan kertas kecil dalam saku baju atau dalam genggaman
tangannya kemana pun ia pergi. Sudah banyak karya-karya yang tercipta dari
tinta yang ia goreskan. Mulai dari cerita sampai puisi pun ada.
Tak lama kemudian mereka di panggil oleh
Pak Manrus. Beliau adalah guru paling sibuk di sekolah ini. Bahkan mungkin
lebih sibuk daripada kepala sekolah sekalipun. Dia adalah seorang guru Bahasa
Indonesia sekaligus penanggung jawab dalam menyongsong program sekolah adiwiyata
tahun ini. Tampaknya dia akan melibatkan Rulan dan Ziyah dalam proyek ini. Dia
merasa bahwa kedua anak ini perlu terlibat didalamnya karena mereka dapat
memunculkan ide-ide briliannya. Kedua anak ini ditugaskan Pak Manrus untuk
memikirkan bagaimana supaya sekolah ini dapat terpilih sebagai sekolah
adiwiyata untuk yang pertama kalinya.
“Rulan? Ziyah? Kesini! Bapak mau bicara.”
panggil Pak Manrus sambil melambaikan tangan kepada mereka.
“Bapak manggil kami?” tanya Rulan
memperjelas dengan spontan berdiri.
“Iya, sini. Cepat!” jawab Pak Manrus.
“Baik. Sebentar, pak” jawab Rulan dan
Ziyah serentak sambil berlari-lari kecil menuju Pak Manrus.
“Maaf, pak. Ada masalah apa ya, sehingga
bapak memanggil kami?” tanya Rulan penuh penasaran.
“jadi begini. Bapak sebagai penanggung
jawab dalam program Sekolah Adiwiyata ingin mengajak kalian untuk bergabung
bersama kami didalamnya. Kalian bersedia atau tidak?” penjelasan Pak Manrus.
“Waduh, pak. Sebenarnya kami ingin
membantu, tapi apa kami bisa? Apa ga malah merepotkan nantinya?” jawab Ziyah
kaget.
“Segala sesuatunya itu kita ga pernah tau
kalau belum mencoba. Jadi jangan menyerah sebelum bertarung. Saya yakin dengan
kemampuan kalian. Dan saya yakin kalian pasti bisa.” jawab Pak Manrus
meyakinkan.
“Baik, pak. Kami akan membantu bapak dalam
melaksanakan hal ini.” jawab Rulan.
“Iya, pak. Kami akan berikan semaksimal
mungkin kemampuan kita demi sekolah ini.” sahut Ziyah.
“Ya sudah. Kalian kembali ke kelas. Sudah
hampir masuk. Bapak juga mau mengajar lagi. Terima kasih atas kerja samanya.
Silahkan!” kata Pak Manrus.
“Siap pak. Terima kasih juga atas
kepercayaanya.” Jawab Rulan.
Awalnya kedua anak ini merasa ragu dengan
kemampuan mereka. Akan tetapi apa mau hendak dikata. Mereka adalah orang yang
dipercaya bukan hanya Pak Manrus saja, tetapi seluruh penghuni sekolah ini.
Jadi mereka mau tidak mau harus menerima tanggung jawab yang telah dilimpahkan
oleh Pak Manrus. Anggap saja sebagai pengabdian.
Bukan perkara yang mudah memang untuk
mewujudkan impian sekolah ini. Mengingat begitu banyak pesaing-pesaing diluar
sana yang mungkin memiliki fasilitas-fasilitas yang lebih lengkap dan memadai.
Akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Sesuatu hal yang
dianggap mustahil pun bisa terjadi. Kepercayaan harus dibayar dengan keseriusan
dan kesuksesan. Tanggung jawab yang begitu besar akan mempermudah mencapai
tujuan itu. Meskipun tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi mereka harus
tetap optimis dalam menjalankan tugas mulia ini.
Waktu satu bulan yang diberikan kepada
mereka seakan hanya segelintir jam saja. Mereka harus berpikir keras agar dapat
mewujudkannya, jika mereka tidak ingin termakan oleh waktu. Karena waktu akan
tetap berlalu dan tak akan pernah menunggu. Mereka harus segera memunculkan
sebuah ide agar dapat segera direalisasikan dalam program ini.
Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul
14.00. kini saatnya mereka untuk pulang. Seperti biasa sebelum pulang para
siswa bersalaman dengan gurunya. Terlihat Rulan sedang menunggu Ziyah di depan
kelas setelah berjabat tangan dengan pahlawan tanpa tanda jasa itu. Tak lama
kemudian, Ziyah datang. Dan mereka berjalan menuju tempat parkir bersama-sama.
Mereka terlihat begitu akrab. Meskipun terkadang masih malu-malu.
“Rulan.. Rulan..?” panggil Ziyah sambil
menebar senyum manisnya.
“Dalem..
Dalem.. Ada apa, dek?” jawab Rulan menoleh kepada Ziyah.
“Kita harus gimana nich? Aku bingung harus
berbuat apa. Apalagi waktunya juga mepet banget lagi.” tanya Ziyah.
“Hemmmbb... Aku juga bingung, dek. Besok
kita konsultasi ke Pak Manrus aja. Gimana?” jawab Rulan.
“Emmzzt.... Iya deh. Aku sih, apa kata
kamu aja.” kata Ziyah tersipu malu.
“Ya udah, ayo cepet pulang. Udah sore nih.
Pasti kamu udah ditungguin ama ibu” ajak Rulan.
“Iya, Rulan. Kamu hati-hati ya.
Assalamu’alaikum” jawab Ziyah.
“Iya. Kamu juga ya. Wa’alaikumsalam.”
sahut Rulan sambil melambaikan tangan.
Waktu berlalu begitu cepat. Keesokan
harinya mereka bergegas untuk bertanya kepada Pak Manrus tentang bagaimana
caranya supaya program ini dapat terealisasikan dengan baik. Akan tetapi,
sesampainya di ruang guru mereka tidak menemui sosok yang mereka cari. Kemudian
mereka bertanya kepada salah seorang guru disana. Bu Isti namanya.
“Selamat pagi, bu. Maaf mengganggu
sebentar.” Kata Rulan.
“Oh iya, tidak apa-apa. Ada apa, nak? Ada
yang bisa saya bantu?” sahut Bu Isti.
“Iya. Pak Manrusnya kemana ya, bu? Kok
tumben ga ada.” Tanya Rulan.
“Oh.... Pak Manrus tadi izin, nak. Katanya
beliau sedang sakit. Memangnya ada apa?” jawab Bu Isti.
“Hemmmb... Jadi gini, bu. Kemarin Pak
Manrus menyuruh kami untuk bergabung ke dalam tim Adiwiyata. Terus rencananya
hari ini kami mau konsultasi dengan beliau mengenai hal itu. Tapi ternyata
beliaunya sakit.” Jelas Ziyah.
“Owch... Kebetulan tadi beliau menitipkan
pesan kepada saya. Kata beliau masalah adiwiyata ini diserahkan kepada kalian.
Terserah bagaimana kalian mengaturnya. Beliau percaya sepenuhnya dengan
kemampuan kalian.” Kata Bu Isti.
“Masya Allah!” jawab Rulan dan Ziyah
serentak.
“Ya udah, bu. Terima kasih atas informasi
dan waktunya. Kami mau kembali ke kelas dulu.” Lanjut Rulan.
“Iya, nak. Sama-sama.” Jawab Bu Isti.
Bukannya terselesaikan, nampaknya hari ini
justru muncul masalah baru. Sepertinya tak henti-hentinya cobaan melanda
mereka. Tapi apa boleh buat. Semua harus dihadapi dan harus dipertanggung
jawabkan. Sekarang nasib sekolah ini ada di tangan mereka.
Mereka segera bertindak cepat. Setelah
melalui perbincangan yang serius akhirnya mereka menemukan sebuah solusi.
Mereka mempunyai sebuah ide untuk menghijaukan sekolahnya dengan harapan gelar
sekolah adiwiyata dapat nyangkut di sekolahnya. Mereka mempunyai gagasan untuk
membuat sebuah taman dan juga kebun sekolah.
Sebuah taman akan mereka buat di salah
satu sudut di sekolah mereka, yaitu di dekat tempat mereka biasa duduk dan
mencurahkan isi hati mereka. Tepatnya di sebelah pohon mangga besar yang
bertindak sebagai saksi bisu kedekatan mereka selama ini. Mereka merasa di
tempat itu perlu ada sebuah inovasi baru agar dapat menarik para siswa pergi
kesana. Entah untuk belajar atau pun hanya sekedar melepas penat saja. Selain
itu tempat itu juga masih terlihat kosong. Jadi daripada tidak dimanfaatkan
mending dijadikan taman saja.
Sementara itu, kebun sekolah dipilih
mereka karena selain membuat lingkungan menjadi asri dan hijau. Hal ini juga
dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan bagi para siswa. Itung-itung
latihan jadi wirausahawan. Kebun sekolah ini akan mereka lakukan dengan dua
cara, yaitu dengan sistem tanam biasa dan menggunakan sistem tanam secara
hidroponik.
Sistem tanam biasa akan mereka
realisasikan di lahan milik sekolah yang masih kosong, yaitu di belakang
sekolah mereka. Sedangkan sistem tanam secara hidroponik akan direalisasikan
dengan pemanfaatan barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi, seperti botol
bekas. Tentunya hal ini juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dari
limbah-limbah plastik yang sangat sulit terurai dalam tanah.
Sebelum mereka melanjutkan ide ini,
tentunya mereka meminta persetujuan kepada Pak Manrus sebagai penanggung jawab
dalam program ini. Akan tetapi, karena beliau belum sembuh mereka memutuskan
untuk pergi ke rumah beliau besok, sambil sekalian menjenguknya. Kebetulan
besok kan hari Minggu. Jadi mereka bisa sekalian berlibur. Kan jarang-jarang
mereka bisa pergi berdua begini.
Keesokan harinya, mereka berkunjung ke
rumah Pak Manrus untuk konsultasi masalah adiwiyata dan sekaligus menjenguk
beliau. Sesampainya disana mereka di sambut dengan begitu baik oleh keluarga
Pak Manrus. Mereka seakan-akan seperti kedatangan tamu spesial saja. Rulan dan
Ziyah diperlakukan bak seorang raja dan permaisuri. Aneh memang. Padahal mereka
kan belum menikah. Ya, pokoknya begitulah saking istimewanya. Kemudian mereka
bertemu dengan Pak Manrus dan berbincang-bincang sebentar. Karena takutnya
kalau terlalu lama sakitnya beliau kambuh lagi. Kan beliau masih dalam masa
pemulihan dan tentunya harus banyak-banyak istirahat.
“emmb... Jadi begini, pak. Kedatangan kami
kemari, selain untuk menjenguk bapak. Kami ingin mengkonsultasikan ide kami
mengenai program adiwiyata di sekolah kita. Kami mau minta pendapat sekaligus
persetujuan dari gagasan kami ini.” Kata Rulan sambil duduk di samping Pak
Manrus yang sedang berbaring.
“Oh iya. Sebelumnya saya minta maaf,
karena kondisi saya yang seperti ini sehingga merepotkan kalian.
Ngomong-ngomong ide kalian gimana?” jawab Pak Manrus lirih.
Setelah itu, Rulan dan Ziyah mulai
menceritakan ide mereka secara runtut dan panjang lebar. Satu per satu mereka
utarakan dengan keseriusan yang amat sangat. Hingga akhirnya mereka merasa
telah menyelesaikan penjelasannya. Sekarang tinggal menunggu bagaimana
tanggapan Pak Manrus.
“Jadi, menurut bapak bagaimana?” tanya
Rulan.
Awalnya Pak Manrus hanya tersenyum saat Rulan
dan Ziyah menanyakan bagaimana tanggapan beliau mengenai hal ini. Entah apa
yang ada dalam benak pikiran beliau. Hal itu membuat Rulan dan Ziyah bingung.
Pak Manrus terdiam cukup lama. Mungkin ia sedang memikirkan matang-matang ide
dari dua anak tadi. Kecemasan mulai menghinggapi Rulan dan Ziyah. Terdapat dua
spekulasi dalam otak mereka. Yang pertama mereka menganggap Pak Manrus sedang
berfikir. Lalu yang kedua mereka beranggapan bahwa sakitnya beliau sedang
kambuh, jadi beliau berdiam diri menahan sakit. Tak selang berapa lama,
akhirnya pak Manrus mulai berbicara, lalu memberikan tanggapan dan analisisnya.
“Tak salah saya memilih kalian.” Ujar Pak
Manrus.
“Emmmbzt.... maksud bapak?” sahut Rulan
dan Ziyah serentak.
“Ya.... Saya tidak salah telah melibatkan
kalian ke dalam proyek ini. Saya sangat takjub dengan pemikiran kalian. Saya
bangga dengan kerja kalian. Kalian luar biasa.” puji Pak Manrus.
“Terima kasih, pak. Kami hanya menjalankan
tugas dan hanya inilah kemampuan kami. Terus gimana pak, kelanjutannya?” kata
Rulan.
“Apa yang telah kalian lakukan sudah lebih
dari cukup, nak. Bapak saja tidak kepikiran sampai seperti itu. Selanjutnya
saya serahkan kepada kalian untuk segera merealisasikan ide-ide luar biasa kalian
ini. Silahkan lakukan koordinasi dengan para ketua kelas atau yang lainnya
untuk membantu kalian dalam program ini. Bapak berharap setelah sembuh nanti,
bapak bisa melihat sekolah kita terpilih menjadi sekolah adiwiyata seperti yang
kita impikan selama ini.” Jelas Pak Manrus.
“Baik, pak. Terima kasih atas dukungannya.
Kami akan berusaha semampu kami.” Jawab Ziyah.
Karena hari sudah semakin siang, akhirnya
mereka memutuskan untuk berpamitan kepada Pak Manrus. Kemudian mereka bergegas
untuk segera pulang karena masih banyak tugas yang harus dikerjakan. Tak lupa
pula, Rulan mengantar Ziyah terlebih dahulu. Sesampainya rumah Ziyah, Rulan
langsung pulang tanpa mampir dulu karena Rulan sudah janji dengan orang tuanya
untuk pulang sebelum adzan dzuhur berkumandang. Ia tak mau membuat orang tuanya
cemas menunggunya.
“Lan? Gak mampir dulu?” tanya Ziyah.
“Enggak usah, dek. Aku udah janji untuk ga
pulang siang-siang. Aku mau langsung pulang aja.” Jawab Rulan.
“Oh... ya udah. Kamu hati-hati ya.” Kata
Ziyah sambil melantunkan senyum indahnya.
“Iya, dek. Salam buat ibu ya.
Assalamu’alaikum.” Sahut Rulan.
“Iya. Wa’alaikumsalam. Daaaaaa...” Jawab
Ziyah sambil melambaikan tangan kepada Rulan.
Keesokan harinya setelah upacara bendera
selesai, mereka segera mengumpulkan para ketua kelas untuk memberitahukan apa
yang telah di instruksikan oleh Pak Manrus. Setelah ini, tentunya para ketua
kelas akan mensosialisasikannya kepada para anggotanya di kelas.
Hal pertama yang akan mereka lakukan
adalah membuat kebun di depan kelas dengan sistem hidroponik dan di belakang
kelas dengan sistem biasa. Kegiatan ini akan dilakukan secara serentak besok.
Jadi diharapkan kelas-kelas tersebut telah mempersiapkan alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk bekerja besok.
Sementara itu, untuk pembuatan taman akan
diembankan pada organisasi-organisasi yang terbentuk di sekolah tersebut.
Mereka diantaranya adalah OSIS, Pramuka, Jurnalistik, dan PMR. Kebetulan Rulan
dan Ziyah tergabung kedalam organisasi-organisasi tersebut. Bahkan Rulan adalah
ketua Dewan Pramuka. Sedangkan Ziyah adalah ketua dari Jurnalistik. Jadi sudah
tidak asing lagi dengan mereka.
Keesokan harinya para siswa tampak begitu
antusias dengan kegiatan ini. Mereka sangat bersemangat sekali. Apalagi mereka
sangat menginginkan sekali sekolah mereka terpilih menjadi sekolah adiwiyata.
Mereka saling bahu membahu dalam pembuatan kebun maupun taman. Mulai dari
membersihkan tempatnya, penanaman, hingga penataan kebun dan taman. Sangat
terlihat mereka mempunyai kredibilitas dan mobilitas tinggi dalam hal kerja
sama.
Rulan dan Ziyah juga tak kalah semangatnya
dengan anak-anak yang lain. Mereka ikut serta dalam pembuatan taman. Kedekatan
diantara mereka tak dapat terelakkan lagi. Mereka terlihat begitu dekat. Mereka
terlihat menanam sepasang bunga mawar merah dan putih di taman yang mereka buat
itu. Seakan menjadi ikatan perasaan mereka berdua. Mereka tampak begitu gembira
dengan senyum yang tersirat diwajah keduanya.
“Dek? Semoga kita akan selalu bersama dan
selalu berdampingan seperti kedua mawar kecil ini yang tidak akan pernah saling
berpaling menjauh satu sama lain. Semoga kita selalu kuat dalam menghadapi
segala cobaan yang meghadang dan telah menunggu didepan sana seperti sepasang
bunga mawar ini yang telah tertanam dan berdiri kokoh serta bersiap diri dalam
menghadapi terpaan segala macam gangguan. Dan juga semoga kita bisa saling
melengkapi dan menerima segala kekurangan yang ada dalam diri kita seperti
sepasang kuntum mawar merah dan putih ini yang saling melengkapi dan saling
menerima kekurangan masing-masing meskipun terdapat duri dalam tubuh mereka.”
Kata Rulan dengan penuh keseriusan.
“Aku juga berharap seperti itu, Lan.
Semoga saja semua yang kita impikan bisa terwujud. Amiin. Karena kita hanya
bisa merencanakan. Allah yang akan memutuskan dan memberikan yang terbaik untuk
kita.” Jawab Ziyah.
Kedua mata mereka saling menatap. Tak
ketinggalan senyum mereka pun turut ikut serta dalam suasana indah ini. Hingga
tak terasa matahari sudah hampir tepat diatas kepala. Kemudian mereka segera
melanjutkan pekerjaannya. Tak berapa lama kemudian akhirnya semuanya dapat
terselesaikan dengan baik. Tampak kegembiraan tersirat diraut wajah para siswa.
Kelelahan tak terlihat sedikit pun diantara mereka. Seakan mereka tak mau meninggalkan sekolah
ini. Setelah beristirahat sejenak, mereka segera menuju kerumah masing-masing.
Karena masih banyak tugas dan hal lain yang belum diselesaikan. Mengingat besok
sudah masuk pembelajaran efektif lagi.
Kini mereka tinggal menunggu hasilnya.
Penilaian akan dilakukan sekitar satu bulan lagi. Mereka harus telaten dan
sungguh-sungguh dalam merawat tanaman mereka. Harus selalu percaya dan optimis
untuk meraih keberhasilan. Mereka telah berusaha secara maksimal mengerahkan
segala kemampuan mereka. Apapun yang terjadi mereka harus siap meghadapinya.
Entah itu membuat mereka bahagia atau justru malah sebaliknya. Sebenarnya semua
yang nampak baik bagi kita belum tentu baik menurut sang pencipta dan begitu
juga sebaliknya, sesuatu yang menurut kita buruk belum tentu buruk akibatnya
bagi kita. Segala sesuatunya hanyalah sang maha kuasa yang memutuskan. Kita
hanya bisa berusaha dan berbuat yang terbaik demi mendapatkan sesuatu yang
setimpal dari-Nya.
Satu bulan kemudian, akhirnya diadakan
penjurian. Mereka semakin optimis. Karena mereka telah berhasil dalam merawat
tanaman mereka. Semuanya tampak segar dan tumbuh subur. Lahan kosong tak terpakai
yang dulunya gersang, kini menjadi barisan prajurit hijau yang melambai-lambai
menebar kesejukan nan menenangkan jiwa bagi siapa saja yang melihat atau pun
menghampirinya. Mereka selalu berdo’a semoga apa yang mereka inginkan dari
kegiatan ini dapat terwujud sesuai dengan apa yang mereka dambakan selama ini.
Regu tim penilai terdiri dari beberapa
orang ahli dalam hal flora. Mereka tampak teliti dan serius dalam memberikan
penilaiannya. Ada diantara mereka yang menunjukkan raut wajah kagum dan ada juga
yang biasa-biasa saja. Kami tak tahu apa yang ada dalam benak mereka. Tetapi
kelihatannya sebagian besar dari mereka menyukai karya kami dan juga
mengapresiasi hasil kerja keras kami.
Waktu yang ditunggu-tunggu selama ini
telah tiba. Hari ini akan diumumkan siapakah yang akan dinobatkan sebagai
Sekolah Adiwiyata. Para siswa nampak gelisah. Tak ketinggalan juga Rulan dan
Ziyah. Namun mereka tetap optimis. Tak ada yang tidak mungkin. Termasuk gagasan
mereka ini. Sebelum tim adiwiyata memutuskan semuanya punya peluang yang sama.
Pak Manrus telah pulih dari sakit yang
menyerangnya. Senang rasanya bisa melihat beliau kembali. Kabarnya beliau akan
datang ke sekolah hari ini. Beliau akan menjadi pembina upacara sekaligus
membacakan pengumuman tentang sekolah adiwiyata.
Upacara bendera yang tenang dan hikmat
hari ini tiba-tiba menjadi riuh ketika Pak Manrus mengatakan bahwa sekolah kita
ini terpilih menjadi Sekolah Adiwiyata. Tak terkira rasa bangganya. Inilah yang
dinanti-nanti selama ini. Rulan dan Ziyah pun tak luput dari situasi ini.
Bahkan terlihat Ziyah tengah meneteskan air mata bahagianya. Terlihat pula
Rulan berdiri disampingnya untuk memberikan ketenangan kepadanya. Ia mengusap
air mata Ziyah yang membasahi dan menggenangi seluruh pipinya.
Setelah upacara selesai, Pak Manrus
memanggil Rulan dan Ziyah ke kantor untuk menemuinya. Beliau sangat bangga
memiliki kedua siswa-siswi ini. Sesampainya di kantor, masih tampak kegembiraan
menyelimuti wajah berseri dari Rulan dan Ziyah. Luar biasa memang efek dari
terpilihnya sekolah ini menjadi Sekolah Adiwiyata.
“Sebelumnya terima kasih, kalian sudah mau
datang kemari.” Sambut Pak Manrus.
“Iya, pak. Sama-sama. Ada apa lagi ya,
pak? Apa ada tugas baru lagi untuk kami?” jawab Rulan.
“Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih
kepada kalian. Maaf, Bapak tidak bisa memberikan yang lebih. Kalian luar biasa.
Bapak bangga dengan kalian. Selamat atas keberhasilan kalian. Bapak gak tau
harus bilang apa lagi sama kalian. Pokoknya selamat dan sukses untuk kalian.” Sahut
Pak Manrus.
“Iya, pak. Kami juga berterima kasih
banyak kepada bapak karena telah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada kami.
Semoga kami dapat terus mengabdi untuk sekolah kita ini. Ya sudah, pak. Kami
mau kembali ke kelas. Sebentar lagi udah masuk jam pelajaran.” Jawab Ziyah.
“Ya sudah. Silahkan, nak. Terima kasih
atas waktunya.” Kata Pak Manrus sambil berjabat tangan dengan Rulan dan Ziyah.
Keberhasilan yang diraih pada hari ini
bukanlah akhir dari segalanya. Justru ini adalah sebuah awalan yang harus bisa
terus dikembangkan. Hasil kerja keras para siswa selama ini telah terbayarkan
dengan setimpal. Namun mereka tak pernah merasa terlena dan meninggalkan begitu
saja karya mereka. Mereka akan tetap terus menjaga dan merawat apa yang telah
ada selama ini. Ini adalah kebanggaan mereka.
“Akhirnya kita berhasil juga ya, dek.”
Kata Rulan.
“Iya, Lan. Aku bangga bisa deket ama cowok
keren kaya kamu.” Sahut Ziyah sambil tersenyum menoleh ke Rulan.
“Iya, aku juga bersyukur bisa menjadi
bagian dari kehidupan kamu, dek.” Kata Rulan sambil menjawab senyum Ziyah.
Itulah secuil percakapan mereka ketika
sedang duduk di taman pada sela-sela waktu jam istirahat. Seperti biasa untuk
melepas penat dan menjernihkan pikiran semata. Juga untuk saling melepas
kerinduan yang terpendam diantara keduanya.
Hari-hari berikutnya dilalui Rulan dan
Ziyah dengan penuh semangat seperti biasanya. Kini mereka kembali menekuni hobi
mereka. Rulan sibuk dengan matematika dan pramukanya, sedangkan Ziyah dengan
jurnalistik dan karya tulisnya. Mereka akan terus berkarya. Pasangan Adiwiyata
ini akan selalu bersama dan tak terpisahkan seperti sepasang kuntum mawar merah
dan putih yang menjadi saksi akan cinta kasih keduanya. Melanjutkan sisa
pendidikan di Sekolah Adiwiyata tercinta.