Cari

Monday 20 April 2015

PUTRI "MALAM"



                                              P
                                        U
                                        T
                                        R
                                        I
                                          M  A  L  A  M

Pertama.....
Rasanya biasa-biasa saja
Tak ada yang berbeda di awal ku jumpa
Hati seakan tak merasa apa-apa
Mungkin memang bukan cinta pandangan pertama

          Sungguh.....
          Tak pernah ku sangka dan ku duga sebelumnya
          Kau datang membawa sejuta pesona
          Juga tak butuh waktu lama
          Kau bawa cinta seluas samudera nan istimewa

Perasaan.....
Resah saat kau jauh dari pandangan mata
Cemas saat kabar tentangmu tak berbicara
Gelisah saat kau terdiam tanpa kata
Takut saat senyum indahmu tak menyapa

          Waktu.....
          Begitu cepat pergi dan berlalu
          Bersama kenangan indahku bersamamu
          Tak akan gugur dan usang diterpa musim juga waktu
          Semua tersimpan rapi di hati dan dalam benakku

Tuhan.....
Jika memang dia tercipta dari tulang rusukku
Ijinkanlah aku mencintainya seperti ku mencintai-Mu
Kan selalu ku jaga dan ku tunggu dia halal bagiku
Duhai gadis cantik putri malamku

Friday 17 April 2015

SEPASANG KUNTUM MAWAR CINTA ADIWIYATA



Sepasang kuntum mawar cinta ADIWIYATA

      Teng.....Teng.... Terdengar suara besi tua berbentuk tabung yang dipukul dengan kerasnya pertanda waktu istirahat telah tiba. Nampaknya hari yang redup telah membawa dampak positif bagi para siswa. Kemurungan sang surya pada hari itu berbanding terbalik dengan tingkat keceriaan penghuni sekolah sederhana ini. Ya, memang. Meskipun letak sekolah ini di desa, tetapi tentunya mempunyai kualitas yang tak kalah dengan sekolah-sekolah di kota. Bahkan mungkin bisa dikatakan lebih unggul dibanding mereka. Bagaimana tidak. Sudah banyak prestasi dan penghargaan yang diraihnya. Hanya satu yang belum bisa tercapai hingga saat ini, yaitu mendapat gelar sebagai Sekolah Adiwiyata. Maka dari itu tahun ini pihak sekolah berharap dapat memboyong gelar itu ke tanah ini.
      Terlihat beberapa siswa sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Ada yang hanya duduk-duduk santai sambil bercanda serta banyak juga yang lalu lalang melintas menyusuri jalan di depan kelas-kelas yang berjajar rapi. Tak jelas kemana arah tujuannya. Entah ke kantin atau pun hanya berjalan-jalan biasa untuk sekedar menenangkan pikiran supaya mereka dapat mencerna pelajaran yang diberikan sebelumnya dan siap menghadapi yang selanjutnya.
      Kesibukan terlihat di sebuah tempat duduk bawah pohon mangga nan rindang di sudut sekolah. Tapi tidak dekat dengan toilet letak geografisnya. Jadi tempatnya sejuk dan udaranya pun segar tanpa ada gangguan aroma khas darinya. Terlihat dua insan sedang asyik ngobrol disana. Rulan dan Ziyah orang-orang biasa memanggilnya. Mereka adalah teman sekelas sejak dua tahun lalu, yaitu sejak pertama kali menginjakkan kakinya di instansi negara ini. Kabarnya mereka punya hubungan istimewa sejak beberapa bulan ini. Maklum, rasa cinta muncul dari kebiasaan mungkin. Mereka terlihat begitu cocok dan saling melengkapi.
      Di sekolah ini tak ada yang tak mengenal sosok dua orang ini. Maklum saja, mereka addalah orang-orang yang bisa dibilang pandai. Telah banyak prestasi yang mereka raih, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk sekolah ini. Rulan sangat suka matematika. Ia sangat jenius kalo soal yang satu ini. Semangatnya begitu membara jika sedang ada pelajaran ini. Namun ia tak pernah merasa sombong dengan apa yang telah ia miliki. Sedangkan Ziyah adalah seorang yang cemerlang dalam mengarang. Ia sangat hobi sekali dengan hal ini. Kemana pun ia pergi, dimana pun tempatnya, ia selalu menyempatkan untuk menulis inspirasi yang muncul dari pikirannya. Tak heran, ia selalu membawa bolpoint dan kertas kecil dalam saku baju atau dalam genggaman tangannya kemana pun ia pergi. Sudah banyak karya-karya yang tercipta dari tinta yang ia goreskan. Mulai dari cerita sampai puisi pun ada.
      Tak lama kemudian mereka di panggil oleh Pak Manrus. Beliau adalah guru paling sibuk di sekolah ini. Bahkan mungkin lebih sibuk daripada kepala sekolah sekalipun. Dia adalah seorang guru Bahasa Indonesia sekaligus penanggung jawab dalam menyongsong program sekolah adiwiyata tahun ini. Tampaknya dia akan melibatkan Rulan dan Ziyah dalam proyek ini. Dia merasa bahwa kedua anak ini perlu terlibat didalamnya karena mereka dapat memunculkan ide-ide briliannya. Kedua anak ini ditugaskan Pak Manrus untuk memikirkan bagaimana supaya sekolah ini dapat terpilih sebagai sekolah adiwiyata untuk yang pertama kalinya.
      “Rulan? Ziyah? Kesini! Bapak mau bicara.” panggil Pak Manrus sambil melambaikan tangan kepada mereka.
      “Bapak manggil kami?” tanya Rulan memperjelas dengan spontan berdiri.
      “Iya, sini. Cepat!” jawab Pak Manrus.
      “Baik. Sebentar, pak” jawab Rulan dan Ziyah serentak sambil berlari-lari kecil menuju Pak Manrus.
      “Maaf, pak. Ada masalah apa ya, sehingga bapak memanggil kami?” tanya Rulan penuh penasaran.
      “jadi begini. Bapak sebagai penanggung jawab dalam program Sekolah Adiwiyata ingin mengajak kalian untuk bergabung bersama kami didalamnya. Kalian bersedia atau tidak?” penjelasan Pak Manrus.
      “Waduh, pak. Sebenarnya kami ingin membantu, tapi apa kami bisa? Apa ga malah merepotkan nantinya?” jawab Ziyah kaget.
      “Segala sesuatunya itu kita ga pernah tau kalau belum mencoba. Jadi jangan menyerah sebelum bertarung. Saya yakin dengan kemampuan kalian. Dan saya yakin kalian pasti bisa.” jawab Pak Manrus meyakinkan.
      “Baik, pak. Kami akan membantu bapak dalam melaksanakan hal ini.” jawab Rulan.
      “Iya, pak. Kami akan berikan semaksimal mungkin kemampuan kita demi sekolah ini.” sahut Ziyah.
      “Ya sudah. Kalian kembali ke kelas. Sudah hampir masuk. Bapak juga mau mengajar lagi. Terima kasih atas kerja samanya. Silahkan!” kata Pak Manrus.
      “Siap pak. Terima kasih juga atas kepercayaanya.” Jawab Rulan.
      Awalnya kedua anak ini merasa ragu dengan kemampuan mereka. Akan tetapi apa mau hendak dikata. Mereka adalah orang yang dipercaya bukan hanya Pak Manrus saja, tetapi seluruh penghuni sekolah ini. Jadi mereka mau tidak mau harus menerima tanggung jawab yang telah dilimpahkan oleh Pak Manrus. Anggap saja sebagai pengabdian.
      Bukan perkara yang mudah memang untuk mewujudkan impian sekolah ini. Mengingat begitu banyak pesaing-pesaing diluar sana yang mungkin memiliki fasilitas-fasilitas yang lebih lengkap dan memadai. Akan tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Sesuatu hal yang dianggap mustahil pun bisa terjadi. Kepercayaan harus dibayar dengan keseriusan dan kesuksesan. Tanggung jawab yang begitu besar akan mempermudah mencapai tujuan itu. Meskipun tak semudah membalikkan telapak tangan, tapi mereka harus tetap optimis dalam menjalankan tugas mulia ini.
      Waktu satu bulan yang diberikan kepada mereka seakan hanya segelintir jam saja. Mereka harus berpikir keras agar dapat mewujudkannya, jika mereka tidak ingin termakan oleh waktu. Karena waktu akan tetap berlalu dan tak akan pernah menunggu. Mereka harus segera memunculkan sebuah ide agar dapat segera direalisasikan dalam program ini.
      Tak terasa, waktu telah menunjukkan pukul 14.00. kini saatnya mereka untuk pulang. Seperti biasa sebelum pulang para siswa bersalaman dengan gurunya. Terlihat Rulan sedang menunggu Ziyah di depan kelas setelah berjabat tangan dengan pahlawan tanpa tanda jasa itu. Tak lama kemudian, Ziyah datang. Dan mereka berjalan menuju tempat parkir bersama-sama. Mereka terlihat begitu akrab. Meskipun terkadang masih malu-malu.
      “Rulan.. Rulan..?” panggil Ziyah sambil menebar senyum manisnya.
      Dalem.. Dalem.. Ada apa, dek?” jawab Rulan menoleh kepada Ziyah.
      “Kita harus gimana nich? Aku bingung harus berbuat apa. Apalagi waktunya juga mepet banget lagi.” tanya Ziyah.
      “Hemmmbb... Aku juga bingung, dek. Besok kita konsultasi ke Pak Manrus aja. Gimana?” jawab Rulan.
      “Emmzzt.... Iya deh. Aku sih, apa kata kamu aja.” kata Ziyah tersipu malu.
      “Ya udah, ayo cepet pulang. Udah sore nih. Pasti kamu udah ditungguin ama ibu” ajak Rulan.
      “Iya, Rulan. Kamu hati-hati ya. Assalamu’alaikum” jawab Ziyah.
      “Iya. Kamu juga ya. Wa’alaikumsalam.” sahut Rulan sambil melambaikan tangan.
      Waktu berlalu begitu cepat. Keesokan harinya mereka bergegas untuk bertanya kepada Pak Manrus tentang bagaimana caranya supaya program ini dapat terealisasikan dengan baik. Akan tetapi, sesampainya di ruang guru mereka tidak menemui sosok yang mereka cari. Kemudian mereka bertanya kepada salah seorang guru disana. Bu Isti namanya.
      “Selamat pagi, bu. Maaf mengganggu sebentar.” Kata Rulan.
      “Oh iya, tidak apa-apa. Ada apa, nak? Ada yang bisa saya bantu?” sahut Bu Isti.
      “Iya. Pak Manrusnya kemana ya, bu? Kok tumben ga ada.” Tanya Rulan.
      “Oh.... Pak Manrus tadi izin, nak. Katanya beliau sedang sakit. Memangnya ada apa?” jawab Bu Isti.
      “Hemmmb... Jadi gini, bu. Kemarin Pak Manrus menyuruh kami untuk bergabung ke dalam tim Adiwiyata. Terus rencananya hari ini kami mau konsultasi dengan beliau mengenai hal itu. Tapi ternyata beliaunya sakit.” Jelas Ziyah.
      “Owch... Kebetulan tadi beliau menitipkan pesan kepada saya. Kata beliau masalah adiwiyata ini diserahkan kepada kalian. Terserah bagaimana kalian mengaturnya. Beliau percaya sepenuhnya dengan kemampuan kalian.” Kata Bu Isti.
      “Masya Allah!” jawab Rulan dan Ziyah serentak.
      “Ya udah, bu. Terima kasih atas informasi dan waktunya. Kami mau kembali ke kelas dulu.” Lanjut Rulan.
      “Iya, nak. Sama-sama.” Jawab Bu Isti.
      Bukannya terselesaikan, nampaknya hari ini justru muncul masalah baru. Sepertinya tak henti-hentinya cobaan melanda mereka. Tapi apa boleh buat. Semua harus dihadapi dan harus dipertanggung jawabkan. Sekarang nasib sekolah ini ada di tangan mereka.
      Mereka segera bertindak cepat. Setelah melalui perbincangan yang serius akhirnya mereka menemukan sebuah solusi. Mereka mempunyai sebuah ide untuk menghijaukan sekolahnya dengan harapan gelar sekolah adiwiyata dapat nyangkut di sekolahnya. Mereka mempunyai gagasan untuk membuat sebuah taman dan juga kebun sekolah.
      Sebuah taman akan mereka buat di salah satu sudut di sekolah mereka, yaitu di dekat tempat mereka biasa duduk dan mencurahkan isi hati mereka. Tepatnya di sebelah pohon mangga besar yang bertindak sebagai saksi bisu kedekatan mereka selama ini. Mereka merasa di tempat itu perlu ada sebuah inovasi baru agar dapat menarik para siswa pergi kesana. Entah untuk belajar atau pun hanya sekedar melepas penat saja. Selain itu tempat itu juga masih terlihat kosong. Jadi daripada tidak dimanfaatkan mending dijadikan taman saja.
      Sementara itu, kebun sekolah dipilih mereka karena selain membuat lingkungan menjadi asri dan hijau. Hal ini juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasilan bagi para siswa. Itung-itung latihan jadi wirausahawan. Kebun sekolah ini akan mereka lakukan dengan dua cara, yaitu dengan sistem tanam biasa dan menggunakan sistem tanam secara hidroponik.
      Sistem tanam biasa akan mereka realisasikan di lahan milik sekolah yang masih kosong, yaitu di belakang sekolah mereka. Sedangkan sistem tanam secara hidroponik akan direalisasikan dengan pemanfaatan barang-barang yang sudah tidak terpakai lagi, seperti botol bekas. Tentunya hal ini juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan dari limbah-limbah plastik yang sangat sulit terurai dalam tanah.
      Sebelum mereka melanjutkan ide ini, tentunya mereka meminta persetujuan kepada Pak Manrus sebagai penanggung jawab dalam program ini. Akan tetapi, karena beliau belum sembuh mereka memutuskan untuk pergi ke rumah beliau besok, sambil sekalian menjenguknya. Kebetulan besok kan hari Minggu. Jadi mereka bisa sekalian berlibur. Kan jarang-jarang mereka bisa pergi berdua begini.
      Keesokan harinya, mereka berkunjung ke rumah Pak Manrus untuk konsultasi masalah adiwiyata dan sekaligus menjenguk beliau. Sesampainya disana mereka di sambut dengan begitu baik oleh keluarga Pak Manrus. Mereka seakan-akan seperti kedatangan tamu spesial saja. Rulan dan Ziyah diperlakukan bak seorang raja dan permaisuri. Aneh memang. Padahal mereka kan belum menikah. Ya, pokoknya begitulah saking istimewanya. Kemudian mereka bertemu dengan Pak Manrus dan berbincang-bincang sebentar. Karena takutnya kalau terlalu lama sakitnya beliau kambuh lagi. Kan beliau masih dalam masa pemulihan dan tentunya harus banyak-banyak istirahat.
      “emmb... Jadi begini, pak. Kedatangan kami kemari, selain untuk menjenguk bapak. Kami ingin mengkonsultasikan ide kami mengenai program adiwiyata di sekolah kita. Kami mau minta pendapat sekaligus persetujuan dari gagasan kami ini.” Kata Rulan sambil duduk di samping Pak Manrus yang sedang berbaring.
      “Oh iya. Sebelumnya saya minta maaf, karena kondisi saya yang seperti ini sehingga merepotkan kalian. Ngomong-ngomong ide kalian gimana?” jawab Pak Manrus lirih.
      Setelah itu, Rulan dan Ziyah mulai menceritakan ide mereka secara runtut dan panjang lebar. Satu per satu mereka utarakan dengan keseriusan yang amat sangat. Hingga akhirnya mereka merasa telah menyelesaikan penjelasannya. Sekarang tinggal menunggu bagaimana tanggapan Pak Manrus.
      “Jadi, menurut bapak bagaimana?” tanya Rulan.
      Awalnya Pak Manrus hanya tersenyum saat Rulan dan Ziyah menanyakan bagaimana tanggapan beliau mengenai hal ini. Entah apa yang ada dalam benak pikiran beliau. Hal itu membuat Rulan dan Ziyah bingung. Pak Manrus terdiam cukup lama. Mungkin ia sedang memikirkan matang-matang ide dari dua anak tadi. Kecemasan mulai menghinggapi Rulan dan Ziyah. Terdapat dua spekulasi dalam otak mereka. Yang pertama mereka menganggap Pak Manrus sedang berfikir. Lalu yang kedua mereka beranggapan bahwa sakitnya beliau sedang kambuh, jadi beliau berdiam diri menahan sakit. Tak selang berapa lama, akhirnya pak Manrus mulai berbicara, lalu memberikan tanggapan dan analisisnya.
      “Tak salah saya memilih kalian.” Ujar Pak Manrus.
      “Emmmbzt.... maksud bapak?” sahut Rulan dan Ziyah serentak.
      “Ya.... Saya tidak salah telah melibatkan kalian ke dalam proyek ini. Saya sangat takjub dengan pemikiran kalian. Saya bangga dengan kerja kalian. Kalian luar biasa.” puji Pak Manrus.
      “Terima kasih, pak. Kami hanya menjalankan tugas dan hanya inilah kemampuan kami. Terus gimana pak, kelanjutannya?” kata Rulan.
      “Apa yang telah kalian lakukan sudah lebih dari cukup, nak. Bapak saja tidak kepikiran sampai seperti itu. Selanjutnya saya serahkan kepada kalian untuk segera merealisasikan ide-ide luar biasa kalian ini. Silahkan lakukan koordinasi dengan para ketua kelas atau yang lainnya untuk membantu kalian dalam program ini. Bapak berharap setelah sembuh nanti, bapak bisa melihat sekolah kita terpilih menjadi sekolah adiwiyata seperti yang kita impikan selama ini.” Jelas Pak Manrus.
      “Baik, pak. Terima kasih atas dukungannya. Kami akan berusaha semampu kami.” Jawab Ziyah.
      Karena hari sudah semakin siang, akhirnya mereka memutuskan untuk berpamitan kepada Pak Manrus. Kemudian mereka bergegas untuk segera pulang karena masih banyak tugas yang harus dikerjakan. Tak lupa pula, Rulan mengantar Ziyah terlebih dahulu. Sesampainya rumah Ziyah, Rulan langsung pulang tanpa mampir dulu karena Rulan sudah janji dengan orang tuanya untuk pulang sebelum adzan dzuhur berkumandang. Ia tak mau membuat orang tuanya cemas menunggunya.
      “Lan? Gak mampir dulu?” tanya Ziyah.
      “Enggak usah, dek. Aku udah janji untuk ga pulang siang-siang. Aku mau langsung pulang aja.” Jawab Rulan.
      “Oh... ya udah. Kamu hati-hati ya.” Kata Ziyah sambil melantunkan senyum indahnya.
      “Iya, dek. Salam buat ibu ya. Assalamu’alaikum.” Sahut Rulan.
      “Iya. Wa’alaikumsalam. Daaaaaa...” Jawab Ziyah sambil melambaikan tangan kepada Rulan.
      Keesokan harinya setelah upacara bendera selesai, mereka segera mengumpulkan para ketua kelas untuk memberitahukan apa yang telah di instruksikan oleh Pak Manrus. Setelah ini, tentunya para ketua kelas akan mensosialisasikannya kepada para anggotanya di kelas.
      Hal pertama yang akan mereka lakukan adalah membuat kebun di depan kelas dengan sistem hidroponik dan di belakang kelas dengan sistem biasa. Kegiatan ini akan dilakukan secara serentak besok. Jadi diharapkan kelas-kelas tersebut telah mempersiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan untuk bekerja besok.
      Sementara itu, untuk pembuatan taman akan diembankan pada organisasi-organisasi yang terbentuk di sekolah tersebut. Mereka diantaranya adalah OSIS, Pramuka, Jurnalistik, dan PMR. Kebetulan Rulan dan Ziyah tergabung kedalam organisasi-organisasi tersebut. Bahkan Rulan adalah ketua Dewan Pramuka. Sedangkan Ziyah adalah ketua dari Jurnalistik. Jadi sudah tidak asing lagi dengan mereka.
      Keesokan harinya para siswa tampak begitu antusias dengan kegiatan ini. Mereka sangat bersemangat sekali. Apalagi mereka sangat menginginkan sekali sekolah mereka terpilih menjadi sekolah adiwiyata. Mereka saling bahu membahu dalam pembuatan kebun maupun taman. Mulai dari membersihkan tempatnya, penanaman, hingga penataan kebun dan taman. Sangat terlihat mereka mempunyai kredibilitas dan mobilitas tinggi dalam hal kerja sama.
      Rulan dan Ziyah juga tak kalah semangatnya dengan anak-anak yang lain. Mereka ikut serta dalam pembuatan taman. Kedekatan diantara mereka tak dapat terelakkan lagi. Mereka terlihat begitu dekat. Mereka terlihat menanam sepasang bunga mawar merah dan putih di taman yang mereka buat itu. Seakan menjadi ikatan perasaan mereka berdua. Mereka tampak begitu gembira dengan senyum yang tersirat diwajah keduanya.
      “Dek? Semoga kita akan selalu bersama dan selalu berdampingan seperti kedua mawar kecil ini yang tidak akan pernah saling berpaling menjauh satu sama lain. Semoga kita selalu kuat dalam menghadapi segala cobaan yang meghadang dan telah menunggu didepan sana seperti sepasang bunga mawar ini yang telah tertanam dan berdiri kokoh serta bersiap diri dalam menghadapi terpaan segala macam gangguan. Dan juga semoga kita bisa saling melengkapi dan menerima segala kekurangan yang ada dalam diri kita seperti sepasang kuntum mawar merah dan putih ini yang saling melengkapi dan saling menerima kekurangan masing-masing meskipun terdapat duri dalam tubuh mereka.” Kata Rulan dengan penuh keseriusan.
      “Aku juga berharap seperti itu, Lan. Semoga saja semua yang kita impikan bisa terwujud. Amiin. Karena kita hanya bisa merencanakan. Allah yang akan memutuskan dan memberikan yang terbaik untuk kita.” Jawab Ziyah.
      Kedua mata mereka saling menatap. Tak ketinggalan senyum mereka pun turut ikut serta dalam suasana indah ini. Hingga tak terasa matahari sudah hampir tepat diatas kepala. Kemudian mereka segera melanjutkan pekerjaannya. Tak berapa lama kemudian akhirnya semuanya dapat terselesaikan dengan baik. Tampak kegembiraan tersirat diraut wajah para siswa. Kelelahan tak terlihat sedikit pun diantara mereka.  Seakan mereka tak mau meninggalkan sekolah ini. Setelah beristirahat sejenak, mereka segera menuju kerumah masing-masing. Karena masih banyak tugas dan hal lain yang belum diselesaikan. Mengingat besok sudah masuk pembelajaran efektif lagi.
      Kini mereka tinggal menunggu hasilnya. Penilaian akan dilakukan sekitar satu bulan lagi. Mereka harus telaten dan sungguh-sungguh dalam merawat tanaman mereka. Harus selalu percaya dan optimis untuk meraih keberhasilan. Mereka telah berusaha secara maksimal mengerahkan segala kemampuan mereka. Apapun yang terjadi mereka harus siap meghadapinya. Entah itu membuat mereka bahagia atau justru malah sebaliknya. Sebenarnya semua yang nampak baik bagi kita belum tentu baik menurut sang pencipta dan begitu juga sebaliknya, sesuatu yang menurut kita buruk belum tentu buruk akibatnya bagi kita. Segala sesuatunya hanyalah sang maha kuasa yang memutuskan. Kita hanya bisa berusaha dan berbuat yang terbaik demi mendapatkan sesuatu yang setimpal dari-Nya.
      Satu bulan kemudian, akhirnya diadakan penjurian. Mereka semakin optimis. Karena mereka telah berhasil dalam merawat tanaman mereka. Semuanya tampak segar dan tumbuh subur. Lahan kosong tak terpakai yang dulunya gersang, kini menjadi barisan prajurit hijau yang melambai-lambai menebar kesejukan nan menenangkan jiwa bagi siapa saja yang melihat atau pun menghampirinya. Mereka selalu berdo’a semoga apa yang mereka inginkan dari kegiatan ini dapat terwujud sesuai dengan apa yang mereka dambakan selama ini.
      Regu tim penilai terdiri dari beberapa orang ahli dalam hal flora. Mereka tampak teliti dan serius dalam memberikan penilaiannya. Ada diantara mereka yang menunjukkan raut wajah kagum dan ada juga yang biasa-biasa saja. Kami tak tahu apa yang ada dalam benak mereka. Tetapi kelihatannya sebagian besar dari mereka menyukai karya kami dan juga mengapresiasi hasil kerja keras kami.
      Waktu yang ditunggu-tunggu selama ini telah tiba. Hari ini akan diumumkan siapakah yang akan dinobatkan sebagai Sekolah Adiwiyata. Para siswa nampak gelisah. Tak ketinggalan juga Rulan dan Ziyah. Namun mereka tetap optimis. Tak ada yang tidak mungkin. Termasuk gagasan mereka ini. Sebelum tim adiwiyata memutuskan semuanya punya peluang yang sama.
      Pak Manrus telah pulih dari sakit yang menyerangnya. Senang rasanya bisa melihat beliau kembali. Kabarnya beliau akan datang ke sekolah hari ini. Beliau akan menjadi pembina upacara sekaligus membacakan pengumuman tentang sekolah adiwiyata.
      Upacara bendera yang tenang dan hikmat hari ini tiba-tiba menjadi riuh ketika Pak Manrus mengatakan bahwa sekolah kita ini terpilih menjadi Sekolah Adiwiyata. Tak terkira rasa bangganya. Inilah yang dinanti-nanti selama ini. Rulan dan Ziyah pun tak luput dari situasi ini. Bahkan terlihat Ziyah tengah meneteskan air mata bahagianya. Terlihat pula Rulan berdiri disampingnya untuk memberikan ketenangan kepadanya. Ia mengusap air mata Ziyah yang membasahi dan menggenangi seluruh pipinya.
      Setelah upacara selesai, Pak Manrus memanggil Rulan dan Ziyah ke kantor untuk menemuinya. Beliau sangat bangga memiliki kedua siswa-siswi ini. Sesampainya di kantor, masih tampak kegembiraan menyelimuti wajah berseri dari Rulan dan Ziyah. Luar biasa memang efek dari terpilihnya sekolah ini menjadi Sekolah Adiwiyata.
      “Sebelumnya terima kasih, kalian sudah mau datang kemari.” Sambut Pak Manrus.
      “Iya, pak. Sama-sama. Ada apa lagi ya, pak? Apa ada tugas baru lagi untuk kami?” jawab Rulan.
      “Saya hanya bisa mengucapkan terima kasih kepada kalian. Maaf, Bapak tidak bisa memberikan yang lebih. Kalian luar biasa. Bapak bangga dengan kalian. Selamat atas keberhasilan kalian. Bapak gak tau harus bilang apa lagi sama kalian. Pokoknya selamat dan sukses untuk kalian.” Sahut Pak Manrus.
      “Iya, pak. Kami juga berterima kasih banyak kepada bapak karena telah memberikan kepercayaan sepenuhnya kepada kami. Semoga kami dapat terus mengabdi untuk sekolah kita ini. Ya sudah, pak. Kami mau kembali ke kelas. Sebentar lagi udah masuk jam pelajaran.” Jawab Ziyah.
      “Ya sudah. Silahkan, nak. Terima kasih atas waktunya.” Kata Pak Manrus sambil berjabat tangan dengan Rulan dan Ziyah.
      Keberhasilan yang diraih pada hari ini bukanlah akhir dari segalanya. Justru ini adalah sebuah awalan yang harus bisa terus dikembangkan. Hasil kerja keras para siswa selama ini telah terbayarkan dengan setimpal. Namun mereka tak pernah merasa terlena dan meninggalkan begitu saja karya mereka. Mereka akan tetap terus menjaga dan merawat apa yang telah ada selama ini. Ini adalah kebanggaan mereka.
      “Akhirnya kita berhasil juga ya, dek.” Kata Rulan.
      “Iya, Lan. Aku bangga bisa deket ama cowok keren kaya kamu.” Sahut Ziyah sambil tersenyum menoleh ke Rulan.
      “Iya, aku juga bersyukur bisa menjadi bagian dari kehidupan kamu, dek.” Kata Rulan sambil menjawab senyum Ziyah.
      Itulah secuil percakapan mereka ketika sedang duduk di taman pada sela-sela waktu jam istirahat. Seperti biasa untuk melepas penat dan menjernihkan pikiran semata. Juga untuk saling melepas kerinduan yang terpendam diantara keduanya.
      Hari-hari berikutnya dilalui Rulan dan Ziyah dengan penuh semangat seperti biasanya. Kini mereka kembali menekuni hobi mereka. Rulan sibuk dengan matematika dan pramukanya, sedangkan Ziyah dengan jurnalistik dan karya tulisnya. Mereka akan terus berkarya. Pasangan Adiwiyata ini akan selalu bersama dan tak terpisahkan seperti sepasang kuntum mawar merah dan putih yang menjadi saksi akan cinta kasih keduanya. Melanjutkan sisa pendidikan di Sekolah Adiwiyata tercinta.