Mentari
pagi pancarkan sinar lurus menembus jendela kamar Dini. Membuka mata setelah
tertidur habis subuh tadi. Dini seakan tak mau berpisah dengan selimut dan
tempat tidurnya. Ia ingin menghabiskan hari libur ini bersamanya. Seketika ia
teringat kalau hari ini ia ada janji dengan teman dekatnya Andin untuk lari
pagi di taman. Dengan wajah lusuh, segera saja ia membersihkan tempat tidur dan
ganti baju. Sebelum berangkat tak lupa ia berpamitan dengan orang tuanya.
“Bu?
Dini berangkat ya?” izin Dini.
”Berangkat
kemana, Din? Hari ini kan Minggu.” jawab ibu.
“Mau
jalan-jalan sama Andin di taman, bu. Ayah kemana?” jelas Dini.
“Owch...
Ya sudah. Kamu hati-hati. Ayah masih tidur dari habis subuh tadi. Capek
mungkin.” jawab ibu.
“Ya
udah. Dini berangkat, bu. Assalamu’alaikum.” pamit Dini.
“Wa’alaikumussalam.
Salam buat Andin ya?” jawab ibu.
“Iya,
bu.” kata Dini sambil berlari keluar rumah.
Sesampainya
di taman, Dini segera mencari-cari keberadaan Andin. Ternyata ia sedang duduk
di bawah pohon. Dini bergegas menghampirinya.
“Hai,
An. Udah lama?” tanya Dini.
“Kamu
kemana aja sih? Dari tadi ditungguin gak nongol-nongol.” jawab Andin.
“Maaf,
An. Aku tadi habis subuh ketiduran, terus jadi telat deh bangunnya.” jelas Dini.
“Iya,
gak apa-apa. Ayo jalan?” ujar Andin.
“Ayo.”
jawab Dini.
Mereka
mulai berlari-lari kecil keliling taman. Mereka begitu menikmati udara segar
disini. Memang sudah lama mereka tak berkunjung kesini.
Dalam
perjalanan mereka begitu asyik mengobrol hingga tidak terlalu memperhatikan
jalan. Beberapa kali mereka tersandung. Tapi tetap saja masih diulang seperti
tidak ada kapoknya. Tiba-tiba Dini menabrak seseorang.
“Aduh!
Hati-hati dong kalau jalan. Main tabrak aja.” kata orang itu.
Dini
terdiam tanpa kata terucap dari mulutnya. Ia hanya terbelalak melihat orang
itu. Ia menatap mata orang itu seakan terpesona akan ketampanannya.
“Hey?
Bangun!” kata orang itu.
“Iya,
mas. Maaf? Maaf? Saya gak sengaja. Maaf ya, mas?” mohon Dini.
“Iya,
gak apa-apa. Lain kali hati-hati. Jangan nabrak lagi.” maaf orang itu.
Kemudian
laki-laki itu pergi melanjutkan perjalanannya. Begitupun dengan Dini dan Andin.
Di perjalanan, Dini masih kepikiran cowok yang di tabraknya tadi. Ia
senyum-senyum sendiri gak jelas. Hatinya begitu berbunga-bunga. “Apakah aku
jatuh cinta?” pikirnya.
“An?
Kamu kenal cowok tadi?” tanya Dini.
“Iya.
Kenapa? Dia kan kakak kelas kita. Ganteng kan? Kamu naksir ya?” ejek Andin.
“Apaan
sih? Udah siang nih. Ayo pulang?” jawab Dini mengalihkan perhatian.
“Kamu
ini. Ayo.” kata Andin.
Akhirnya
mereka memutuskan untuk pulang karena matahari sudah mulai menyengat badan. Di
perjalanan ia masih kepikiran dengan pria tampan yang ditabraknya tadi. Dini
merasakan ada yang berbeda. Ia merasakan kenyamanan dan ketenteraman dalam
hatinya ketika memandang mata laki-laki itu. Ia belum pernah seperti ini
sebelumnya. Mungkin ini cinta pertamanya. Esok ia berencana menemui pria itu. Ia
tak mau melewatkan cinta pertamanya begitu saja. “Semoga ia merasakan yang sama.”
Begitu pikir Dini.
Cinta
itu sederhana. Bisa datang kapan dan dimana saja. Dengan bagaimanapun caranya.
Datang dan pergi sesuka hati secara tiba-tiba. Tak dinyana-nyana dan tak
disangka-sangka. Cinta bisa berawal dari pandangan mata, getarkan jiwa turun ke
hati. Cinta bukan untuk permainan, tapi cinta untuk menumbuhkan kasih sayang
hingga timbul keseriusan dan kenyamanan.
No comments:
Post a Comment