Cari

Tuesday 27 September 2016

TABRAKAN CINTA




            Mentari pagi pancarkan sinar lurus menembus jendela kamar Dini. Membuka mata setelah tertidur habis subuh tadi. Dini seakan tak mau berpisah dengan selimut dan tempat tidurnya. Ia ingin menghabiskan hari libur ini bersamanya. Seketika ia teringat kalau hari ini ia ada janji dengan teman dekatnya Andin untuk lari pagi di taman. Dengan wajah lusuh, segera saja ia membersihkan tempat tidur dan ganti baju. Sebelum berangkat tak lupa ia berpamitan dengan orang tuanya.
            “Bu? Dini berangkat ya?” izin Dini.
            ”Berangkat kemana, Din? Hari ini kan Minggu.” jawab ibu.
            “Mau jalan-jalan sama Andin di taman, bu. Ayah kemana?” jelas Dini.
            “Owch... Ya sudah. Kamu hati-hati. Ayah masih tidur dari habis subuh tadi. Capek mungkin.” jawab ibu.
            “Ya udah. Dini berangkat, bu. Assalamu’alaikum.” pamit Dini.
            “Wa’alaikumussalam. Salam buat Andin ya?” jawab ibu.
            “Iya, bu.” kata Dini sambil berlari keluar rumah.
            Sesampainya di taman, Dini segera mencari-cari keberadaan Andin. Ternyata ia sedang duduk di bawah pohon. Dini bergegas menghampirinya.
            “Hai, An. Udah lama?” tanya Dini.
            “Kamu kemana aja sih? Dari tadi ditungguin gak nongol-nongol.” jawab Andin.
            “Maaf, An. Aku tadi habis subuh ketiduran, terus jadi telat deh bangunnya.” jelas Dini.
            “Iya, gak apa-apa. Ayo jalan?” ujar Andin.
            “Ayo.” jawab Dini.
            Mereka mulai berlari-lari kecil keliling taman. Mereka begitu menikmati udara segar disini. Memang sudah lama mereka tak berkunjung kesini.
            Dalam perjalanan mereka begitu asyik mengobrol hingga tidak terlalu memperhatikan jalan. Beberapa kali mereka tersandung. Tapi tetap saja masih diulang seperti tidak ada kapoknya. Tiba-tiba Dini menabrak seseorang.
            “Aduh! Hati-hati dong kalau jalan. Main tabrak aja.” kata orang itu.
            Dini terdiam tanpa kata terucap dari mulutnya. Ia hanya terbelalak melihat orang itu. Ia menatap mata orang itu seakan terpesona akan ketampanannya.
            “Hey? Bangun!” kata orang itu.
            “Iya, mas. Maaf? Maaf? Saya gak sengaja. Maaf ya, mas?” mohon Dini.
            “Iya, gak apa-apa. Lain kali hati-hati. Jangan nabrak lagi.” maaf orang itu.
            Kemudian laki-laki itu pergi melanjutkan perjalanannya. Begitupun dengan Dini dan Andin. Di perjalanan, Dini masih kepikiran cowok yang di tabraknya tadi. Ia senyum-senyum sendiri gak jelas. Hatinya begitu berbunga-bunga. “Apakah aku jatuh cinta?” pikirnya.
            “An? Kamu kenal cowok tadi?” tanya Dini.
            “Iya. Kenapa? Dia kan kakak kelas kita. Ganteng kan? Kamu naksir ya?” ejek Andin.
            “Apaan sih? Udah siang nih. Ayo pulang?” jawab Dini mengalihkan perhatian.
            “Kamu ini. Ayo.” kata Andin.
            Akhirnya mereka memutuskan untuk pulang karena matahari sudah mulai menyengat badan. Di perjalanan ia masih kepikiran dengan pria tampan yang ditabraknya tadi. Dini merasakan ada yang berbeda. Ia merasakan kenyamanan dan ketenteraman dalam hatinya ketika memandang mata laki-laki itu. Ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Mungkin ini cinta pertamanya. Esok ia berencana menemui pria itu. Ia tak mau melewatkan cinta pertamanya begitu saja. “Semoga ia merasakan yang sama.” Begitu pikir Dini.
            Cinta itu sederhana. Bisa datang kapan dan dimana saja. Dengan bagaimanapun caranya. Datang dan pergi sesuka hati secara tiba-tiba. Tak dinyana-nyana dan tak disangka-sangka. Cinta bisa berawal dari pandangan mata, getarkan jiwa turun ke hati. Cinta bukan untuk permainan, tapi cinta untuk menumbuhkan kasih sayang hingga timbul keseriusan dan kenyamanan.

No comments:

Post a Comment